Lelaki itu selalu memulai dengan sederhana: bersepeda menuju kantornya, NSK Ltd. Setiap hari, sepanjang tahun, dia mengayuh sepeda selama 15 menit dari rumahnya di House Malonie Nomor 2, Fujisawa-shi, Kanagawa, Jepang Sekilas dia adalah pria kampung Jepang biasa. Nyaris tak ada yang tahu bahwa dia pria penting. Dia adalah salah satu ahli top di Jepang dalam bidang analisis keamanan struktur terhadap benturan.
Di kantornya itu, design engineer berusia 33 tahun ini selalu menghabiskan sebagian harinya di Automotive Bearing Technology Department. “Pulang kantor pukul 18.00, kalau lagi lembur pukul 20.00,” ujar Azhari kepada Tempo melalui surat elektronik pekan lalu.
Doctor of engineering dari Tokyo Institute of Technology, Jepang, itu bergabung dengan produsen bearing dan komponen otomotif tersebut sejak April 2005. Awalnya ia berkarier sebagai research engineer di NSK Research and Development Center. “Tema penelitian saya cukup beragam, berkisar pada analisis struktur dan bahan terhadap benturan,” ujar Azhari.
Salah satu riset pria kelahiran Majene, Sulawesi Barat, itu adalah tentang desain kemudi kendaraan yang aman. Dalam penelitian itu, tugasnya melakukan perhitungan apakah rancangan kemudi yang diajukan oleh bagian desain sudah memenuhi syarat keamanan ketika terjadi tabrakan. Dari aneka penelitian itu, Azhari dan timnya di NSK menghasilkan enam paten yang kini terdaftar di Japan Patent Office.
NSK ternyata juga bukan tempat kerja pertamanya. Sebelumnya, Azhari—yang meraih gelar doktor dengan disertasi berjudul “Effect of Transverse Impact on Energy Absorption of Column”—sempat menjadi asisten dosen di Tokyo Institute of Technology. Di kampus itu pula Azhari merampungkan pendidikan dari S-1 sampai S-3 (Ph.D).
Dia belajar di kampus itu setelah lulus dari SMA Taruna Nusantara, Magelang, Jawa Tengah, pada 1994. Modalnya: beasiswa Mitsui Bussan Indonesia Scholarship, yang menyeleksi peserta dari pelajar SMA se-Jawa dan Bali. Beasiswa itu cuma untuk menyelesaikan sarjana strata satu. Jadi, saat melanjutkan ke strata dua, “Saya kuliah sambil bekerja paruh waktu,” ujarnya. Pada program S-3 (Ph.D), ia kembali mendapatkan beasiswa—kali ini dari Moritani Scholarship dan Tsuji Asia Scholarship.
Setelah memperoleh gelar doktor/Ph.D, Azhari sempat ingin kembali ke Tanah Air. Namun, ia tak mendapatkan tempat untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya. “Jaringan kerja saya juga belum ada,” ujarnya. Dia pun memutuskan menimba ilmu di perusahaan Jepang, yang muatan penelitiannya banyak. Untuk ikut memajukan Indonesia, ia punya cara lain.
Sumber: kapanlagi.com
No comments:
Post a Comment